Hukum Berkhalwat dengan Wanita yang telah Dikhitbah. (di terjemahkan oleh Ustadz Abu Yahya al Medani-dari Fatwa Syaikh Ibnu Baaz)
_Juga terkait Mendahulukan Akad Syar’i Sebelum Akad Resmi dan Walimah?_
📚Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah-
❓ *Pertanyaan:*
Saya ingin wahai Syaikh yang mulia untuk mengutarakan pertanyaan ini dan berharap jawaban Anda sesegera mungkin,”Apakah seorang laki-laki berhak untuk berkhalwat(berduaan) dengan wanita setelah ia melamarnya?”
Lamaran ini dengan kehadiran bapak dari pihak laki-laki dan perempuan. Dan ada ada dua laki-laki lainnya.
Ayah si wanita telah berkata kepada si laki-laki,”Aku telah mengabulkan untuk menikahkanmu dengan putriku.”
Dan ini terjadi dengan adanya ayah si laki-laki dan dua laki-laki lainnya(sebagai saksi)?
📡 *Jawaban:*
“Adapun sekadar khitbah(lamaran) maka TIDAK BOLEH baginya untuk berduaan dengan si wanita karena semata-semata sudah melamar. Sebab si wanita masih _ajnabiyah_(bukan mahram)nya. Dan berduaan dengannya ada bahaya dan mungkin terjatuh pada _fahisyah_ (zina).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا يخلونَّ رجلٌ بامرأة إلا مع ذي محرم
_Janganlah seorang laki-laki ber-_khalwat_ dengan seorang wanita kecuali _mahram_nya._
Dan Beliau ‘alaihish shalatu wassalam bersabda:
لا يخلون رجلٌ بامرأة فإن الشيطان ثالثهما
_Tidaklah seorang laki-laki ber-_khalwat_ dengan seorang wanita maka syaithon adalah yang ketiga diantara keduanya(yaitu akan menggoda keduanya untuk berbuat _fahisyah_, pent.)_
Akan tetapi :
🤝🏻jika ayah si wanita telah membuat akad untuk si laki-laki dengan kehadiran dua orang saksi dengan berucap,”Aku telah menikahkanmu(dengan putriku)”, si laki-laki menjawab,”Saya terima” dan si wanita ridha dengan akad tersebut MAKA si wanita telah menjadi istrinya yang boleh untuk ia berduaan dan berjima’ dengannya.
❗NAMUN jikalau hal tersebut:
~ kadang menyelisihi kebiasaan penduduk setempat dan terkadang membawa kepada prasangka jelek kepada si wanita
~ juga mungkin si wanita hamil dan orang-orang mengira bahwa itu terjadi tanpa adanya suami
✍🏻MAKA akad yang seperti ini tidak selayaknya (dilaksanakan) sebagai bentuk menjauhkan dari prasangka jelek dan tuduhan-tuduhan.
ADAPUN jika ia berduaan dengan si wanita dengan izin dan pengetahuan keluarganya serta ia berkomunikasi dengan si wanita SETELAH pernikahan maka tidak mengapa yang demikian.
☝🏻Dan yang afdhol untuk diakhirkan akad tersebut sampai datangnya waktu _zifaaf_(acara pernikahan) ,sampai sempurna _zifaaf_ yang ma’ruf, antara keduanya sehingga tidak ada tuduhan di sana. Juga tidak terjatuh dalam bahaya akibat prasangka buruk.
Dan Allah-lah tempat memohon pertolongan.
Tinggalkan Balasan